Sehari menjelang hari pertama bulan Ramadan, pemerintah, mengumpulkan enam operator telekomunikasi kakap Indonesia: Telkom, Telkomsel, Indosat, Indosat Mega Media (IM2), XL Axiata, dan Bakrie Telecom di Gedung Depkominfo Jakarta.
Tujuannnya satu: menguji sistem pemblokiran situs porno di Indonesia. Keenam operator tadi diangggap merepresentasikan saluran internet terbesar di Indonesia, karena menguasai hampir 87 persen pangsa pasar akses internet di tanah Air
Keenam operator dianggap bisa mendukung target pemerintah untuk bisa mengurangi sekitar 90 persen trafik situs-situs porno selama bulan Ramadan. Menurut Menkominfo Tifatul Sembiring, saat sistem filter operator diuji, sekitar 80 persen situs berhasil diblokir.
Saat beberapa situs mesum top macam Playboy, 17tahun, Youporn, atau situs SARA seperti KomikMuhammad di Blogspot dicoba untuk dibuka, maka akan muncul notifikasi "Access Was Denied". Total sudah ratusan situs 'terlarang' yang masuk daftar blokir pemerintah ini.
Di saat yang sama, Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) juga mendukung langkah proaktif pemerintah. "Kita menghargai niat baik pemerintah untuk mengurangi konten porno, terlebih lagi dengan momentum bulan Ramadhan yang kita hadapi," kata Sammy Pangerapan, Wakil Ketua Umum APJII.
Lebih lanjut, melalui siaran persnya, APJII juga menghimbau secara khusus kepada para penyedia jasa internet (ISP) untuk menyediakan layanan internet terfilter, yang mampu menangkal situs-situs porno.
Sementara mekanisme filterisasi situs bisa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing ISP. "Bisa dengan proxy filtering atau DNS filtering," kata Sammy. Ia memperkirakan, untuk memasukkan database situs-situs internet terlarang tadi, butuh waktu sekitar satu bulan ke depan, hingga bisa diterapkan para penyedia jasa internet.
Indonesia pengakses terbesar
Sejak tiga pekan lalu, Menkominfo Tifatul Sembiring memang telah meminta agar situs porno diblokir sebelum bulan Ramadhan. Bahkan sebenarnya tak lama sejak ia dilantik, bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera itu memang telah membidik situs-situs porno.
Hanya saja, kali ini momentumnya cukup pas, tak hanya menjelang bulan Ramadan, tapi Kominfo juga telah mendapatkan desakan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyusul maraknya penyebaran video porno Ariel Peterpan dengan Luna Maya dan Cut Tari.
Walaupun kasus penyebaran video Ariel-Luna-Cut Tari turut menjadi pemicu, selama ini masalah pornografi memang masih belum ditangani secara serius. Kasus-kasus video porno sebelumnya, mulai dari video Bandung Lautan Asmara, hingga video pejabat Golkar Yahya Zaini dan Maria Eva, terkesan dibiarkan hingga terlupakan.
Indonesia sendiri, kata Menkominfo merupakan salah satu negara pengakses situs porno terbesar di dunia. Setiap detik, belanja akses situs porno dari Indonesia mencapai US$ 3.673 atau setara dengan Rp 33 juta.
Bila data dari pemerintah itu tidak salah, artinya, dalam sejam saja, belanja akses situs porno dari Indonesia mencapai Rp 118,8 miliar, dalam sehari mencapai Rp 2,851 triliun, dan Rp 85,5 triliun per bulan.
Bila dikumpulkan selama setahun, angka itu mencapai Rp 31.207 triliun, atau sekitar 31 kali lipat dari APBN 2010 yang hanya Rp 1.047,7 triliun. Angka yang sangat fantastis bukan?
Bisnis pornografi selalu melibatkan volume uang yang begitu besar. Dari data tahun 2006 yang ditampilkan situs FamilySafeMedia, pendapatan bisnis ini lebih besar daripada gabungan pendapatan Microsoft, Google, Amazon, eBay, Yahoo, Apple dan Netflix. Dari situs tersebut, Indonesia menempati urutan 7 teratas dari negara-negara yang melakukan pencarian terbesar kata 'sex' di mesin pencari.
Yang mengkhawatirkan, berdasarkan data Kementerian Kominfo, banyak pengakses situs-situs porno berasal dari kalangan siswa. 97,2 persen siswa SMU diperkirakan pernah mengakses situs esek-esek ini. Bahkan, pengakses dari kalangan siswa SMP tak kurang dari 4.500 siswa.
Akibatnya, kata Tifatul, para siswa pun terinfeksi perilaku seks bebas. Dari sebuah hasil riset, sekitar 62,1 persen siswa mengaku pernah melakukan hubungan seks, bahkan 21,2 persen dari mereka pernah melakukan aborsi.
Bukan wajib
Tentu saja data-data ini sepertinya membuat Menkominfo 'kebakaran jenggot' dan tak lagi menunda-nunda langkah tegas pemerintah. Tapi, menurut Wakil Ketua APJII, semestinya langkah-langkah pemerintah tadi dibarengi dengan persiapan regulasi yang lebih jelas dan rapi.
Sejauh ini, pemerintah mendasarkan kebijakannya dengan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Padahal, kata Sammy UU ini masih butuh penjelasan yang lebih gamblang. "Masih banyak yang perlu diperjelas," kata Sammy.
Misalnya saja, pasal 34 UU ITE yang melarang orang untuk mendistribusikan, menyediakan perangkat keras maupun perangkat lunak untuk memfasilitasi perbuatan-perbuatan yang mendistribusikan konten yang bermuatan melanggar kesusilaan.
Dengan pasal, ini APJII khawatir bila seseorang pelanggan mendistribusikan dokumen pornografi lewat surat elektronik melalui jaringan internetnya, ISP tersebut juga akan dikenai hukuman. Padahal untuk bisa memeriksa dokumen hingga ke tingkat email, jelas di luar kemampuan ISP.
Karena aturannya belum jelas, maka APJII baru sekadar menghimbau para ISP untuk menyediakan internet terfilter. "Ini sifatnya voluntary, bukan mandatory," katanya.
Jika pemerintah memandang perlu melakukan pemfilteran secara mandatory alias wajib, kata Sammy, APJII mengusulkan agar pemerintah menerbitkan regulasi penyaringan konten pornografi. "Hal seperti ini juga ditempuh oleh pemerintah Australia."
Sumber : Viva News
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Kritik dan saran Anda Mengenai Blog JOHAN JM Setiap Kritik ataupun saranakan anda sangat berarti sekali buat JOHAN JM agar bisa menjadi lebih baik untuk kedepannya. JANGAN SPAM