Pakar Pemukiman Institut Teknologi Bandung, Muhammad Jehansyah Siregar, belum mendengar ITB telah melakukan kajian terhadap pemindahan Ibukota Jakarta. Memindahkan Ibukota diperlukan visi yang kuat untuk membangun Indonesia baru serta regulasi yang kuat setingkat Undang-Undang.
“Belum pernah saya mendengar ITB telah membuat kajian tentang pemindahan Ibukota seperti yang telah disampaikan Hatta Rajasa beberapa waktu lalu,” ujar M Jehansyah Siregar kepada VIVAnews di Bandung, Rabu, 4 Agustus 2010.
Membicarakan pemindahan Ibukota, menurut Jehansyah, Indonesia dapat belajar dari berbagai negara yang terlebih dahulu telah memindahkan Ibukota seperti Malaysia dengan Putrajaya. Membangun sebuah Ibukota baru diperlukan waktu yang panjang, seperti membangun Putrajaya yang telah dimulai sejak akhir 1980.
Indonesia perlu meniru model regulasi yang diterapkan oleh Malaysia untuk membangun Putrajaya. Jika regulasi setingkat Undang-undang di Indonesia telah siap maka secara simultan langsung dibuat badan yang berkompeten untuk membangun Ibukota baru guna menghindari berbagai konflik dan spekulan.
“Jika sudah ada ketetapan politik maka besoknya harus langsung SK Presiden keluar dan ditetapkan badan yang mengatur pemindahan Ibukota, dalam UU harus sudah ditetapkan kota yang menjadi Ibukota baru. terus bergerak simultan untuk menghindari semua spekulan,” ujar salah satu anggota Tim Visi Indonesia 2033.
Tidak perlu membuka lahan baru untuk membangun Ibukota baru, melainkan cukup dengan melanjutkan pembangunan kota yang telah ada. Berdasarkan berbagai kajian yang telah ada, Kalimantan pulau yang telah siap secara infrastruktur dan secara geografis Kalimantan jauh dari pusat gempa dan gunung berapi.
Semua eksekutif dan legislatif harus pindah ke Ibukota yang baru, namun BUMN biarkan tetap di kota-kota pusat bisnis. Menurutnya hal ini diperlukan untuk mencegah tindak praktik korupsi yang ada di pemerintahan karena pemerintahan masih dikontrol oleh Presiden.
Pria bergelar doktor di bidang pemukiman dari Universitas Tokyo, Jepang ini menjelaskan untuk memindahkan ibukota memerlukan visi besar untuk membuat Indonesia baru dan menyingkirkan pandangan pesimis. Ia meminta agar pemerintah segera membuat kajian yang menyeluruh tentang pemindahan Ibukota, karena menurutnya kajian yang ada saat ini masih bersifat partikular.
Jehansyah menjelaskan dengan membangun ibukota baru maka diharapkan akan ada multiplier effect yang terjadi. Di Ibukota yang baru ini maka akan muncul potensi wisata kota dan ketenangan. Ibukota yang baru dapat digunakan sebagai pusat penelitian yang membutuhkan ketenangan dalam melakukan penelitian.
“Jadi kalau ada anggapan nanti di Ibukota kalau malam menjadi kota mati dan sepi itu benar karena itulah dapat dijadikan kota penelitian, mungkin LIPI juga akan pindah ke sini. Kalau mau kehidupan malam jangan ke Ibukota namun ke pusat bisnis,” katanya.
Kebijakan pemindahan Ibukota harus segera dilaksanakan agar Indonesia tidak tertinggal dari negara lain. Menurut Jehansyah saat ini Indonesia telah tertinggal dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Bahkan Ia memprediksi, VIetnam akan segera menyalip posisi Indonesia karena Vietnam telah lebih dahulu memindahkan Ibukota negara pada 2005 lalu.
"Mungkin nanti saat kita memulai pemindahan Ibukota, Vietnam telah maju. Semoga saja kita tidak tersalip Timor Leste," ujarnya lalu tertawa.
Kemarin, Presiden melalui Staf Khusus Bidang Pemerintahan Daerah Velix Wanggai menyatakan pemindahan Ibukota telah dikaji sejak Maret 2010. Presiden, kata Velix, terbuka dengan wacana ini namun hendaknya pemindahan dilakukan dengan alasan strategis, bukan karena faktor kemacetan di Jakarta.
Sumber : viva news
Sumber : viva news
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Kritik dan saran Anda Mengenai Blog JOHAN JM Setiap Kritik ataupun saranakan anda sangat berarti sekali buat JOHAN JM agar bisa menjadi lebih baik untuk kedepannya. JANGAN SPAM