Waspadalah dengan latah? Mengeluarkan suatu kata secara spontan dan berulang pada saat ia terkejut. Bagi yang tidak terbiasa, tentu akan geli. Namun bagi sebagian kalangan, kebiasaan yang banyak menyerang kaum wanita ini justru dijadikan hiburan ringan.
Psikiater dr Didi Aryono Budiyono SpKJ Dosen Unair mengatakan, latah tergolong penyakit kejiwaan yang dipengaruhi budaya. Singkatnya, latah merupakan gangguan culture bond atau terikat dengan sistem budaya tertentu. Yakni semacam gangguan fungsi pusat saraf, psikologis dan sosial. Kondisi ini bersifat hipersensitif terhadap kejutan mendadak yang diikuti ucapan kata secara otomatis dan spontan.
Ada empat macam latah yang bisa dilihat berdasarkan gejalanya. Ekolalia, yakni mengulangi perkataan orang lain, ekopraksia meniru gerakan orang lain, koprolalia yakni mengucapkan kata-kata yang dianggap tabu atau kotor, dan automatic obedience yakni melaksanakan perintah secara spontan saat terkejut. Misalnya, ketika penderita dikejutkan dengan perintah ’sujud’ atau ‘peluk’, maka ia segera melakukan perintah itu.
Entah kenapa, banyak penelitian menyebutkan gangguan latah banyak dialami kaum wanita usia lanjut yang masih melajang. Meski demikian, terjadi pergeseran latah juga dijumpai di kalangan muda yang masih melajang.
Kata yang sering ‘dikeluarkan’ umumnya (maaf) kata jorok terkait perilaku seksual. Menurut Didi, penyebab latah dari golongan semacam ini tak lepas dari pemaknaan simbol-simbol seks. Simbol-simbol yang dipilih umumnya simbol dambaan yang akhirnya tanpa sadar meresap ke alam bawah sadar dan dibentuk kultur ringan tangan atau mudah menolong (helper).
Beberapa penelitian menyebutkan, gangguan latah lazim tumbuh dalam masyarakat terbelakang yang menerapkan budaya otoriter. Teori kuno, penderita latah biasanya orang tua, perempuan, berpendidikan rendah, dan berasal kelas ekonomi bawah.
Namun, teori itu tak sepenuhnya tepat mengingat kini banyak remaja mengidap latah. Penderita latah pria pun ada meski jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan perempuan. Ada tiga penyebab latah. Sbb:
Psikiater dr Didi Aryono Budiyono SpKJ Dosen Unair mengatakan, latah tergolong penyakit kejiwaan yang dipengaruhi budaya. Singkatnya, latah merupakan gangguan culture bond atau terikat dengan sistem budaya tertentu. Yakni semacam gangguan fungsi pusat saraf, psikologis dan sosial. Kondisi ini bersifat hipersensitif terhadap kejutan mendadak yang diikuti ucapan kata secara otomatis dan spontan.
Ada empat macam latah yang bisa dilihat berdasarkan gejalanya. Ekolalia, yakni mengulangi perkataan orang lain, ekopraksia meniru gerakan orang lain, koprolalia yakni mengucapkan kata-kata yang dianggap tabu atau kotor, dan automatic obedience yakni melaksanakan perintah secara spontan saat terkejut. Misalnya, ketika penderita dikejutkan dengan perintah ’sujud’ atau ‘peluk’, maka ia segera melakukan perintah itu.
Entah kenapa, banyak penelitian menyebutkan gangguan latah banyak dialami kaum wanita usia lanjut yang masih melajang. Meski demikian, terjadi pergeseran latah juga dijumpai di kalangan muda yang masih melajang.
Kata yang sering ‘dikeluarkan’ umumnya (maaf) kata jorok terkait perilaku seksual. Menurut Didi, penyebab latah dari golongan semacam ini tak lepas dari pemaknaan simbol-simbol seks. Simbol-simbol yang dipilih umumnya simbol dambaan yang akhirnya tanpa sadar meresap ke alam bawah sadar dan dibentuk kultur ringan tangan atau mudah menolong (helper).
Beberapa penelitian menyebutkan, gangguan latah lazim tumbuh dalam masyarakat terbelakang yang menerapkan budaya otoriter. Teori kuno, penderita latah biasanya orang tua, perempuan, berpendidikan rendah, dan berasal kelas ekonomi bawah.
Namun, teori itu tak sepenuhnya tepat mengingat kini banyak remaja mengidap latah. Penderita latah pria pun ada meski jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan perempuan. Ada tiga penyebab latah. Sbb:
- Pertama, faktor pemberontakan. Dalam kondisi latah, seseorang bisa mengucapkan hal-hal yang dilarang, tanpa merasa salah. Gejala ini semacam gangguan tingkah laku. Lebih ke arah obsesif karena ada dorongan tidak terkendali untuk mengatakan atau melakukan sesuatu.
- Kedua, faktor kecemasan. Gejala latah muncul karena yang bersangkutan memiliki kecemasan terhadap sesuatu tanpa ia sadari. Rata-rata, dalam kehidupan pengidap latah, selalu terdapat tokoh otoriter, bisa ayah atau ibu atau di luar lingkungan keluarga. Latah dianggap jalan pemberontakannya terhadap dominan orangtua yang sangat menekan.
- Ketiga, faktor pengondisian. Inilah yang sering disebut latah gara-gara ketularan. Seseorang mengidap latah karena dikondisikan lingkungan, misalnya gara-gara latah, seseorang merasa diperhatikan lingkungannya. Dengan begitu, latah juga merupakan upaya mencari perhatian. Latah semacam ini disebut latah gaul.
“Latah bisa disembuhkan jika penderita latah itu masih remaja. Kalau sudah mengakar bertahun-tahun dan ia sudah lanjut usia, maka latah cenderung sulit disembuhkan,” ungkap dr Didi Aryono Budiyono SpKJ. Terapi obat dan terapi perilaku (kognitif) adalah cara yang lazim dipakai mengatasi latah. Yakni dengan diberikan stimulasi mengejutkan namun dibekali pengendalian respons terhadap stimulan tersebut. Penderita latah dilatih untuk tidak segera merespons dan diberikan waktu untuk berpikir setelah stimulasi kejutan itu.
Latah hanya bisa sembuh jika ada dukungan dari keluarga dan lingkungan. Meski menjalani terapi berkali-kali, jika tidak didukung lingkungan dekatnya akan sia-sia. Penderita juga harus punya kemauan keras untuk sembuh. Latihan relaksasi, meditasi, konsentrasi secara rutin, serta menjauhkan diri dari penyebab stres juga disarankan untuk penderita ini. Sementara untuk terapi obat biasanya diberikan obat menghambat stimulus. Berupa gabungan zat antidepresan dan penenang.
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Kritik dan saran Anda Mengenai Blog JOHAN JM Setiap Kritik ataupun saranakan anda sangat berarti sekali buat JOHAN JM agar bisa menjadi lebih baik untuk kedepannya. JANGAN SPAM